Ilustrasi digital setup laptop Notion dan smartphone untuk workflow otomatis

Cara Menyusun Workflow Otomatisasi Harian Pakai Notion dan Make (dulu Integromat)

Mencoba tetap produktif di tengah jadwal yang padat bisa jadi tantangan tersendiri, apalagi saat semua tugas terasa acak dan nggak terstruktur. Pernah merasa udah nyusun rencana harian, tapi tetap aja banyak yang kelewat? Di titik itulah muncul kebutuhan untuk membuat sistem otomatisasi, sesuatu yang bisa bantu ngatur hari-hari tanpa harus dipegangin terus. Salah satu solusi paling fleksibel untuk itu datang dari kolaborasi dua tools: Notion dan Make (yang dulunya dikenal sebagai Integromat).

Awalnya cuma iseng nyari cara biar to-do list bisa langsung jalan tiap pagi tanpa harus manual klik. Tapi makin digali, ternyata kombinasi Notion dan Make ini bisa bikin banyak proses kerja harian jadi jauh lebih ringan. Mulai dari menjadwalkan tugas, kirim reminder ke WhatsApp, bahkan sampai otomatis sinkronin ke Google Calendar. Semuanya bisa dijalankan dari satu trigger sederhana.

Salah satu keuntungan besar pakai Notion adalah fleksibilitas databasenya. Bisa bikin struktur tugas yang rapi, pakai template mingguan, dan track habit harian dalam satu workspace. Tapi ya tetap aja, kalau semuanya harus diupdate manual, hasilnya balik lagi ke kesibukan yang nggak karuan. Di sinilah Make berperan: sebagai mesin otomatisasi yang bisa bantu Notion lebih “hidup”.

Pertama-tama, yang perlu dipastikan adalah workspace Notion udah punya database dengan struktur jelas. Misalnya, punya kolom untuk tanggal, status, kategori, dan pengingat. Struktur ini penting karena Make bakal ngakses data dari sini. Setelah itu, masuk ke Make dan mulai buat scenario baru. Pilih module Notion, sambungkan akun, lalu tentukan action seperti “create a database item” atau “update item”. Dari sana, bisa set up trigger dari berbagai sumber lain, misalnya:

  • Google Calendar untuk input jadwal
  • Webhook dari shortcut HP
  • Scheduler harian

Waktu pertama kali bikin, sempat bingung kenapa data yang dikirim ke Notion malah nggak muncul atau salah format. Ternyata Make cukup sensitif sama struktur ID dari Notion. Jadi harus pastikan setiap kolom punya nama dan tipe data yang bisa dikenali. Kalau kolomnya rich text, ya inputnya juga harus pakai format rich text JSON. Kalau kolomnya date, harus dikasih format ISO time. Agak ribet di awal, tapi begitu paham logikanya, semuanya jadi lebih masuk akal.

Contoh workflow yang sekarang rutin dipakai: setiap pagi jam 06.00, scheduler dari Make aktif. Dia ambil template tugas dari satu database di Notion, lalu duplicate item-item itu ke halaman hari ini. Setelah itu, Make juga langsung kirim reminder ke WhatsApp pakai Webhook ke API pihak ketiga. Sekitar 30 detik kemudian, semua to-do list hari itu udah siap tanpa perlu buka laptop.

Kombinasi ini nggak cuma efektif buat urusan kerjaan, tapi juga bisa dipakai buat personal life. Misalnya, bikin sistem habit tracking harian: begitu centang satu tugas di Notion, Make langsung tambahkan satu poin ke grafik habit bulanan. Atau saat isi form evaluasi mingguan di Notion, datanya bisa langsung dikirim ke Google Sheets buat analisis lebih lanjut.

Ada satu pelajaran penting dari proses ini: otomatisasi nggak harus rumit, tapi harus jelas. Jangan langsung pengen semua jalan otomatis sekaligus. Mulai dari satu alur kecil, uji, perbaiki, baru kembangkan. Misalnya, mulai dari sistem pengingat tidur, atau pengingat makan siang yang terintegrasi dengan Google Calendar. Dari situ baru dikembangkan ke task tracking, evaluasi harian, dan habit.

Ada juga kasus menarik saat nyoba integrasi Notion ke Trello. Jadi setiap tugas dengan kategori tertentu di Notion otomatis muncul sebagai card di board Trello yang berbeda. Ini berguna banget kalau ada kerjaan kolaboratif yang tetap butuh Trello sebagai visual kanban. Dengan Make, transisinya terasa mulus, dan semuanya tetap sinkron.

Banyak orang berpikir otomatisasi itu cuma buat developer atau orang yang ngerti coding. Padahal Make ini sepenuhnya visual, dan cuma butuh logika alur. Kalau ngerti cara kerja If-This-Then-That, udah cukup buat mulai bikin scenario sendiri. Ditambah lagi, ada banyak template workflow yang bisa dicari langsung di Make, tinggal sesuaikan sedikit.

Yang paling menyenangkan dari setup seperti ini adalah efek jangka panjangnya. Waktu terasa lebih terstruktur, nggak ada lagi to-do yang kelewat, dan hidup jadi lebih ringan karena sistem udah bantu ngatur dari belakang layar. Kadang cuma butuh trigger kecil buat bikin perubahan besar, dan dalam hal ini, trigger itu bisa dimulai dari sebuah template Notion yang aktif otomatis tiap pagi.

Eksperimen terus jalan, karena selalu ada cara baru untuk mengoptimalkan. Mulai kepikiran juga untuk integrasi ke Telegram, Google Keep, bahkan project tracker kayak ClickUp. Semuanya tergantung kebutuhan dan konteks. Tapi satu hal pasti, setelah merasakan efisiensi dari Notion dan Make, jadi susah balik ke cara manual.

Jadi kalau merasa hari-hari sering chaos, mungkin bukan karena terlalu sibuk, tapi karena belum punya sistem yang bantu mikir. Dan di dunia digital sekarang, sistem itu bisa dibangun sendiri, pelan-pelan, satu workflow kecil dalam satu pagi produktif.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *