Google Form bukan cuma alat buat bikin formulir pendaftaran. Di tangan yang tepat, tool ini bisa disulap jadi formulir estetik, rapi, dan user-friendly. Tapi nyatanya, masih banyak yang pakai Google Form sebatas default—tanpa sentuhan desain, struktur, atau pengaturan mobile yang nyaman. Padahal kesan pertama dari form sering jadi penentu respon yang masuk.
Berawal dari bikin form sederhana untuk pendaftaran webinar. Tampilannya datar, warna ungu bawaan, header kosong, dan pilihan jawaban numpuk semua jadi satu halaman. Hasilnya? Banyak yang males ngisi. Tapi setelah form diperbaiki—pakai header menarik, pilihan dibagi per bagian, dan tema disesuaikan—jumlah respon naik signifikan.
Langkah pertama selalu dimulai dari struktur. Tentukan dulu flow-nya: pengantar, data diri, pertanyaan utama, hingga akhir. Google Form punya fitur “Section” buat membagi form jadi beberapa bagian. Ini bikin responden nggak overwhelmed dan lebih fokus menjawab.
Selanjutnya adalah logika soal. Di bagian “Settings”, bisa aktifkan “Go to section based on answer”. Misalnya kalau memilih “Mahasiswa”, langsung lompat ke bagian khusus mahasiswa. Kalau memilih “Umum”, diarahkan ke pertanyaan yang berbeda. Ini bikin pengalaman ngisi form terasa lebih personal.
Soal tampilan, jangan ragu bermain dengan tema. Klik ikon palet di kanan atas, lalu pilih warna utama, warna latar, dan font. Kalau ingin lebih menarik, bisa tambahkan header custom. Banyak yang pakai Canva buat bikin header dengan ukuran ideal 1600 x 400 piksel, lalu diunggah langsung ke Google Form.
Form yang baik juga harus mobile-friendly. Untungnya Google Form secara default sudah responsif, tapi tetap perlu dicek: pastikan tiap section nggak terlalu panjang, pilihan jawaban jangan terlalu rapat, dan hindari dropdown berlapis jika bisa diganti dengan multiple choice.
Beberapa add-on juga bisa dimanfaatkan buat menambah fungsi. Contohnya:
- FormLimiter: batasi jumlah respon
- Choice Eliminator: hilangkan pilihan yang sudah dipilih orang lain
- Form Notifications: kirim notifikasi otomatis ke pengisi form
Untuk urusan branding, jangan lupa ubah URL Google Form agar lebih pendek dan mudah diingat. Gunakan URL shortener seperti bit.ly atau buat redirect lewat domain sendiri. Misalnya: bit.ly/daftar-workshop atau form.adamnurfauzan.com/survei2025.
Setelah form jadi, selalu lakukan uji coba. Coba isi sendiri, buka di HP, minta teman cobain juga. Feedback dari orang lain bisa bantu lihat kekurangan yang mungkin nggak disadari.
Terakhir, simpan template form yang dirasa sukses. Google Form memungkinkan duplikasi form dengan satu klik. Ini hemat waktu kalau sering bikin form dengan struktur serupa.
Google Form bukan sekadar alat tanya-jawab. Di tangan yang tepat, dia bisa jadi representasi profesionalisme digital. Dan semua itu bisa dicapai tanpa biaya, cuma butuh sedikit sentuhan kreatif dan kepekaan terhadap pengalaman pengguna.