Momen paling sunyi dalam dunia pengembangan software bukan saat bug datang tak diundang, tapi ketika semuanya berjalan baik-baik saja… dan tetap merasa nggak cukup. Di balik layar penuh kode, terminal hitam putih, dan notifikasi commit yang membanjiri, ada cerita yang jarang diceritakan: bahwa menjadi developer nggak cuma soal ngoding.
Awal-awal menyelami dunia programming seringkali dipenuhi semangat eksplorasi. Menulis kode pertama, berhasil menjalankan “Hello, World!”, sampai berhasil bikin sistem login sederhana—semuanya terasa memuaskan. Tapi seiring waktu, euforia itu mulai terkikis oleh tuntutan realita. Deadline datang bertubi-tubi, klien maunya cepat tapi budget cekak, dan teknologi terus berubah tanpa kompromi. Perlahan tapi pasti, coding bukan lagi sekadar petualangan intelektual. Ia jadi rutinitas.
Di titik tertentu, muncul pertanyaan klasik yang menghantui banyak programmer: “Apakah ini jalan yang benar?”. Rasa ragu ini makin kuat ketika melihat teman-teman seangkatan yang memilih jalur karier lain dan tampaknya hidupnya lebih tenang. Apalagi ketika mulai muncul tanda-tanda burnout—kode jadi sulit dibaca sendiri, motivasi menurun, dan kerap merasa nggak berkembang meskipun sudah belajar banyak hal baru.
Yang sering terlupakan adalah bahwa dunia developer menyimpan tekanan yang sifatnya nggak kelihatan. Ada ekspektasi tinggi dari tim dan atasan untuk selalu up-to-date dengan teknologi terbaru. Ada tekanan dari komunitas, dari budaya kerja yang mengglorifikasi produktivitas tanpa istirahat. Dan yang paling berat: tekanan dari diri sendiri.
Imposter syndrome adalah penyakit umum di dunia IT. Meskipun sudah punya pengalaman bertahun-tahun dan berhasil menyelesaikan banyak proyek, tetap saja ada suara kecil di kepala yang bilang, “Cuma kebetulan bisa, bukan karena beneran jago.” Lucunya, semakin naik level, kadang suara itu makin kencang.
Di sisi lain, jadi developer bukan sekadar menulis kode. Kita dituntut bisa komunikasi dengan tim non-teknis, memaknai kebutuhan user, kadang jadi semi-desainer, kadang semi-analis. Semua ini membutuhkan soft skill yang nggak diajarkan di tutorial mana pun. Skill yang hanya bisa diasah lewat pengalaman dan refleksi panjang.
Ada juga dilema moral yang kerap muncul. Misalnya, ketika diberi proyek yang tampaknya legal tapi secara etis meragukan. Atau saat perusahaan mengumpulkan data pengguna tanpa izin eksplisit dan kita tahu itu, tapi merasa nggak berdaya untuk bersuara. Di sinilah peran integritas diuji. Nggak semua keputusan bisa diselesaikan dengan logika algoritma.
Menjadi developer di era sekarang juga berarti menjadi lifelong learner. Framework baru bisa muncul dalam hitungan bulan. Bahasa pemrograman yang dulu dianggap populer bisa ditinggalkan. Tantangannya bukan hanya keep up, tapi juga belajar memilah mana yang relevan untuk dikuasai, dan mana yang hanya tren sesaat.
Namun, di balik semua itu, ada banyak hal yang tetap membuat profesi ini istimewa. Ada rasa puas yang nggak tergantikan ketika sistem berjalan mulus setelah debugging semalaman. Ada rasa bangga ketika tahu solusi yang dibuat benar-benar membantu pengguna. Dan ada keindahan dalam melihat pola logika, struktur data, dan arsitektur sistem saling berkait seperti simfoni tersembunyi.
Refleksi ini mungkin nggak punya jawaban pasti. Tapi justru di situlah letak kekuatannya. Dunia developer bukan dunia yang harus sempurna. Ini dunia tempat trial dan error jadi bagian dari perjalanan, tempat pertumbuhan nggak selalu linier, dan tempat kita belajar berdamai dengan ketidaktahuan.
Sesekali, penting untuk berhenti sejenak dari layar, melihat ulang alasan kenapa dulu memilih jalan ini. Apakah demi uang? Kebebasan waktu? Atau karena benar-benar cinta pada proses berpikir dan membangun? Apapun jawabannya, valid.
Karena menjadi developer, pada akhirnya, bukan hanya soal skill. Tapi soal cara pandang terhadap tantangan, terhadap diri sendiri, dan terhadap perubahan. Ini bukan hanya profesi, tapi proses panjang untuk mengenali diri lewat baris-baris logika.
Dan mungkin, itu justru sisi paling manusiawi dari dunia yang terlihat begitu teknis.