Ilustrasi algoritma personalisasi internet dengan simbol layar, siluet pengguna, dan kaca pembesar

Kenapa Internet Nggak Lagi Netral: Dari Filter Bubble Sampai Shadow Banning

Beberapa tahun terakhir, internet terasa makin sempit. Bukan karena infrastrukturnya menyusut, tapi karena apa yang muncul di layar makin dikurasi, makin dibungkus dalam gelembung algoritma yang rapi. Gelembung ini bernama filter bubble. Istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Eli Pariser, seorang aktivis internet, untuk menggambarkan bagaimana algoritma menyaring informasi berdasarkan preferensi pengguna, lalu menyajikannya berulang-ulang.

Awalnya tampak membantu. Konten yang disukai lebih sering muncul, informasi terasa relevan, dan pengalaman menjelajah dunia digital jadi lebih nyaman. Tapi tanpa sadar, gelembung ini menyaring pandangan yang berbeda. Pendapat yang tak sejalan jadi jarang terlihat. Hasil pencarian jadi berbeda antara satu orang dengan yang lain, meskipun kata kuncinya sama. Pada titik ini, internet berhenti jadi ruang netral. Ia berubah menjadi cermin yang hanya memantulkan apa yang ingin dilihat.

Dalam dunia yang makin terpolarisasi, kondisi ini bisa memperkuat bias, mempersempit perspektif, dan menciptakan echo chamber. Di sinilah algoritma yang awalnya dirancang untuk personalisasi justru mengikis keberagaman informasi. Bukan hanya di media sosial, tapi juga di mesin pencari, marketplace, bahkan situs berita.

Fenomena lainnya yang jarang disadari adalah shadow banning. Sebuah praktik di mana akun atau konten dibatasi jangkauannya tanpa pemberitahuan. Tidak dihapus, tapi dibuat tidak terlihat. Akun tetap aktif, bisa mengunggah, tapi tidak muncul di hasil pencarian atau linimasa pengikut. Ini terjadi diam-diam, dan sering kali pengguna tidak sadar sedang dibatasi.

Shadow banning bisa terjadi karena pelanggaran ringan terhadap kebijakan platform, penggunaan kata-kata sensitif, atau sekadar dianggap “tidak menguntungkan” bagi ekosistem platform. Masalahnya, proses ini tidak transparan. Tidak ada notifikasi, tidak ada ruang klarifikasi, dan tidak ada kejelasan berapa lama dampaknya akan berlangsung.

Ini bukan hanya soal pembatasan teknis, tapi menyangkut hak untuk berekspresi di ruang digital. Ketika algoritma dan kebijakan moderasi bekerja tanpa transparansi, pengguna jadi tidak tahu batasnya. Ketakutan akan dibatasi bisa membuat orang memilih diam atau menyesuaikan diri dengan selera algoritma. Akhirnya, konten jadi homogen. Kreativitas merosot. Dan yang paling penting, kebenaran bisa tergeser oleh popularitas.

Semua ini membuat internet hari ini terasa seperti pusat perbelanjaan besar yang hanya memajang produk-produk yang kemungkinan besar dibeli. Padahal fungsi awalnya adalah seperti perpustakaan terbuka yang mempertemukan berbagai sudut pandang. Tentu tidak semua personalisasi buruk. Ada sisi positifnya: kenyamanan, efisiensi, dan kedekatan emosional. Tapi saat semua disaring terlalu rapi, kita kehilangan kejutan, kehilangan ketidaksepakatan yang sehat, kehilangan keberagaman.

Solusinya bukan menghapus algoritma, tapi memahami bagaimana algoritma bekerja. Menyadari bahwa apa yang dilihat bukanlah representasi penuh dari realita. Mulai dari hal kecil seperti membersihkan histori pencarian, mencoba akses dari browser berbeda, atau mengikuti akun dengan sudut pandang yang kontras. Bisa juga sesekali keluar dari akun saat mencari informasi, agar hasilnya tidak terlalu dipersonalisasi.

Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk memperluas kembali jangkauan perspektif. Mencoba platform alternatif yang lebih netral, membiasakan diri membaca dari berbagai sumber, atau berdiskusi di ruang yang tidak didominasi algoritma. Internet adalah alat. Tapi kalau dibiarkan bekerja sepenuhnya tanpa kendali, maka perlahan-lahan ia akan membentuk realitas versi sendiri. Dan realitas itu belum tentu mencerminkan dunia yang sebenarnya.

Makin cepat sadar bahwa internet tidak lagi netral, makin besar peluang untuk mengambil kembali kendali. Karena jika tidak, kita hanya akan jadi pengguna pasif yang dikurung dalam dunia yang terlihat nyaman, tapi sesungguhnya dikendalikan oleh pola yang tidak sepenuhnya dipahami.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *